Sebagai makhluk hidup, kita pasti pernah menderita
suatu penyakit. Penyakit bisa datang kapan saja dan kepada siapa saja tanpa
pernah memandang apa pun. Kita memang tidak pernah menginginkan sakit, namun kita
tetap harus selalu waspada untuk menanganinya. Akan tetapi, seperti kita ketahui biaya hidup kian
hari kian meningkat, tak terkecuali biaya kesehatan. Hal itu tentu menjadi
masalah tersendiri yang sedikit banyak memberatkan masyarakat. Tingginya biaya
pengobatan membuat kesehatan serasa “pungguk merindukan bulan” bagi sebagaian
kalangan, padahal hak kesehatan dan memperoleh pengobatan berhak dimiliki oleh
setiap orang tanpa memandang baik kaya maupun miskin.
Kita sebagai masyarakat tentu sangat mendambakan solusi untuk menjawab permasalahan
ini. Maka dari itu, pemerintah berupaya keras mewujudkan hak setiap orang dalam
memperoleh kesehatan yaitu dengan diluncurkannya Obat Generik Berlogo (OGB)
sejak tahun 1989 lalu. OGB merupakan program Pemerintah Indonesia yang bertujuan
memberikan alternatif obat bagi masyarakat dengan kualitas terjamin, harga
terjangkau, dan ketersediaan obat yang cukup.
Apa Itu Obat Generik Berlogo (OGB)?
Obat
generik adalah obat dengan nama resmi Internasional Non Propietary Names (INN)
yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat
berkhasiat yang dikandungnya. Pada dasarnya obat generik adalah obat yang
diproduksi dengan meng-copy formula obat paten atau obat originator.
Ada dua jenis obat generik, yaitu Obat Generik Berlogo (OGB)
dan obat generik bermerek. Obat generik berlogo adalah obat yang menggunakan
nama zat khasiatnya dan mencantumkan logo perusahaan farmasi yang
memproduksinya pada kemasan obat, sedangkan obat generik bermerek atau yang biasa
disebut obat bermerek adalah obat yang diberi merek dagang oleh perusahaan yang
memproduksinya. Perbedaan keduanya hanya terletak pada kemasan dan harganya
saja.
OGB diluncurkan oleh pemerintah sebagai upaya komitmen untuk memberikan hak
pengobatan yang sama pada setiap lapisan masyarakat terutama kelas menengah ke
bawah. Jenis obat ini mengacu pada Daftar
Obat Esensial Nasional (DOEN) yang merupakan obat esensial untuk
penyakit tertentu. Kebijakan terkait OGB juga merupakan bukti komitmen
Pemerintah terhadap Kebijakan Obat Nasional tahun 2006 serta upaya pencapaian
Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015.
OGB umumnya ditandai dengan logo lingkaran hijau bergaris-garis putih dengan
tulisan "Generik" di tengahnya. Logo OGB sendiri memiliki makna
sebagai berikut :
- Bulat : kebulatan tekad untuk memanfaatkan obat generik.
- Garis tebal ke tipis : menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
- Warna hijau : obat telah lulus dari segala pengujian.
Keunggulan Obat Generik Berlogo (OGB)
Sesuai dengan tujuan diluncurkannya, OGB memberikan alternatif obat yang
terjangkau kepada masyarakat dengan harga yang murah, namun dengan kualitas
yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan karena diawasi ketat oleh
Pemerintah.
OGB
memiliki harga yang jauh lebih murah dibanding harga obat paten di pasaran.
Secara umum harga obat generik berkisar 80-85% lebih rendah dibandingkan obat
paten. Mengapa harga obat generik lebih murah dibandingkan obat paten? Ada
beberapa faktor yang menyebabkan harga obat generik lebih murah, yaitu ; Obat
generik diproduksi dalam skala besar, sehingga dapat menekan biaya produksi dan produksi obat generik juga tidak diperlukan lagi riset penemuan dan
pengembangan obat yang tinggi biayanya, karena obat generik hanya meng-copy
obat paten yang sudah berakhir masa patennya. Dengan begitu, harga obat
benar-benar ditekan. Inilah yang menyebabkan harga obat generik jauh lebih
terjangkau dan mudah didapatkan masyarakat.
Walaupun murah dan hanya meng-copy dari obat paten, bukan berarti obat generik bisa diproduksi sembarangan. Untuk memproduksi obat generik, produsen obat harus memiliki sertifikat COA (dokumen otentik yang dikeluarkan oleh pihak berwenang untuk menjamin kemurnian dan kualitas obat) dan sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik). Selain itu juga harus melalui uji bioavailabilitas untuk mengetahui seberapa cepat kandungan zat aktif dalam obat tersebut diserap oleh darah menuju sistem peredaran tubuh dan uji bioekuivalensi untuk membandingkan profil bioavailabilitas dengan tiap bentuk obat yang tersedia, yaitu meliputi tablet, kapsul, sirup, dll. Pabrik obat juga harus menetapkan standar yang baik untuk produk yang diproduksinya.
Walaupun murah dan hanya meng-copy dari obat paten, bukan berarti obat generik bisa diproduksi sembarangan. Untuk memproduksi obat generik, produsen obat harus memiliki sertifikat COA (dokumen otentik yang dikeluarkan oleh pihak berwenang untuk menjamin kemurnian dan kualitas obat) dan sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik). Selain itu juga harus melalui uji bioavailabilitas untuk mengetahui seberapa cepat kandungan zat aktif dalam obat tersebut diserap oleh darah menuju sistem peredaran tubuh dan uji bioekuivalensi untuk membandingkan profil bioavailabilitas dengan tiap bentuk obat yang tersedia, yaitu meliputi tablet, kapsul, sirup, dll. Pabrik obat juga harus menetapkan standar yang baik untuk produk yang diproduksinya.
Eksistensi OGB
di masyarakat
Mengenai
keberadaan OGB di masyarakat, ternyata pengetahuan mereka tentang OGB masih sangat
minim. Hal ini yang sering memunculkan pendapat miring bahwa OGB adalah obat
kalangan bawah dan berkualitas rendah. Padahal anggapan ini jelas salah.
Seperti telah dijelaskan bahwa meskipun murah, tapi kualitas OGB tidak perlu
diragukan karena tidak berbeda dengan obat paten atau bermerek.
Di Indonesia, berdasarkan data Nasional, penjualan obat
generik bisa dikatakan sangat rendah. Menurut data Departemen Kesehatan RI
(2010), peresepan obat generik di rumah sakit umum milik pemerintah saat ini
baru 66%, sedangkan di rumah sakit swasta dan apotek hanya 49%. Ketersediaan
obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan juga baru 69,7% dari target
95%. Menurut Data Pusat Komunikasi Publik, Kemenkes, pangsa pasar OGB pada tahun
2005 turun dari Rp2.525 triliun atau hanya sebesar 10,7% dan cenderung turun
menjadi Rp2.372 triliun atau 7.2% dari pasar nasional.
Hal berbeda ditunjukkan oleh negara-negara lain. Di beberapa negara maju,
seperti Amerika Serikat misalnya, penggunaan obat generik telah mencapai hampir
lebih dari 50%. Hal ini terjadi karena tingginya tingkat pengetahuan
masyarakatnya akan obat, kuatnya posisi pemerintah terhadap dokter dan industri
farmasi, serta tersedianya sistem pembiayaan kesehatan.
Sebenarnya masih ada banyak faktor yang menyebabkan rendahnya penggunaan OGB
di masyarakat Indonesia selain kurangnya pengetahuan masyarakat akan obat
generik, antara lain seperti ; jenis
obat yang masih terbatas, pendistribusian yang belum merata, hingga harga obat
generik yang masih dirasa mahal oleh sebagian masyarakat.
Untuk itu diperlukan langkah tepat untuk lebih mendekatkan OGB kepada masyarakat. Upaya ini perlu dukungan dari masing-masing pihak, seperti pemerintah,
dokter, tempat pelayanan kesehatan, dan yang tak kalah pentingnya adalah
keaktifan masyarakat untuk turut serta berpartisipasi dalam membudayakan obat
generik.
Adapun langkah nyata yang bisa dilakukan tentunya memberikan pengetahuan
akan manfaat dan keunggulan OGB pada masyarakat seperti melalui penyuluhan oleh
instansi kesehatan dan melakukan sosialisasi-sosialisasi secara rutin untuk
memberikan informasi yang lengkap dan jelas mengenai obat generik.
Pada dasarnya OGB hanya bertujuan memberikan solusi sehat, namun dengan harga yang
hemat. Dan sebagai masyarakat sudah saatnya kita menjadi konsumen yang aktif,
kritis, dan tanggap mengenai masalah kesehatan. Namun
pada akhirnya, semua pilihan berpulang pada keputusan kita masing-masing. Mana
yang anda pilih? Semua pilihan ada di tangan anda, maka pilihlah segala keputusan anda
dengan bijak.
0 komentar:
Posting Komentar